A Bedtime Story #6

Pada suatu hari, di sebuah desa kecil jauh di dalam hutan yang mengalir sungai jernih di dalamnya...
Hiduplah seekor kupu-kupu yang sedang merayakan kebebasannya dari penjara kepompong.
Ia bernyanyi kesana kesini, menari dan meloncat-loncat, memamerkan sayapnya yang indah pada setiap mahkluk yang ditemuinya.
Sayap kuning dengan dua buah corak biru keunguan yang seolah-olah tampak seperti mata yang selalu siap mengawasi mangsanya.
Namun sayang, kupu-kupu itu hanya memiliki satu buah sayap, ia tidak mungkin terbang dengan satu sayap, tapi ia masih bisa berjalan bahkan berlari dengan satu sayap.
Hanya dalam hitungan menit, segera tersiar kabar ke seluruh pelosok hutan bahwa telah lahir seekor kupu-kupu dengan satu sayap, dan tentu saja hal itu menggemparkan seluruh penduduk desa yang dihuni oleh kupu-kupu.  Seluruh penduduk desa hingga biji bunga yang beterbangan berbisik-bisik setiap kali melihat kupu-kupu bersayap satu.
Mereka yakin bahwa kupu-kupu itu tidak layak hidup di hutan bersama mereka, kupu-kupu itu cacat, dan kupu-kupu itu adalah kutukan yang akan membawa malapetaka bagi kedamaian di hutan.
Kupu-kupu bersayap satu segera sadar bahwa penduduk hutan membencinya, tapi dia tidak peduli, karena dia yakin penduduk hutan benci padanya karena kecantikannya, kecantikan yang tetap melekat meskipun terlahir hanya dengan satu sayap.
Kupu-kupu menyapa setiap penduduk hutan, kupu-kupu bahkan mengikuti kontes sayap terindah yang diikuti oleh hampir seluruh kupu-kupu di hutan.
Lalu tiba waktu ketika kupu-kupu bersayap satu harus berlenggak lenggok di pentas seekor anak kupu-kupu dengan sayap berwarna coklat dan bintik-bintik hijau diseluruh sayapnya berteriak.
"Hei kau kupu-kupu gila! Apa yang kau lakukan disana?! Pergi dari tempat ini, kau benar-benar seekor kupu-kupu jelek, kau seperti kupu-kupu gila dengan satu sayap!!!"
Teriakan anak kupu-kupu itu seolah menjalar dan diikuti oleh anak-anak penghuni hutan yang lain, para orang tua hanya diam, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, membiarkan anak-anaknya 'berekspresi' dan mengeluarkan 'pendapat' mereka.
Sang kupu-kupu terdiam, badannya mematung, lalu tersenyum, namun senyum yang sangat tipis hampir-hampir tidak terlihat.
Lalu seekor ibu kupu-kupu besayap putih lebar dengan corak daun di atasnya berkata pada kupu-kupu bersayap satu, "Mereka hanya anak-anak, abaikan saja perkataan mereka."
Sehari setelah kejadian tersebut, hutan berubah menjadi ladang api, panas begitu menyengat, dengan kepulan asap yang membumbung tinggi dan teriakan dari anak-anak kupu-kupu penduduk desa yang sebagian besar masih terlelap. Sementara itu orang tua mereka sedang mencari makanan di luar dan anak-anak itu terjebak di dalam rumah mereka.
"Hei, apa yang kau lakukan? Kenapa kau membakar rumah-rumah kami, anak-anak kami? Dasar kau gila!" para orang tua berteriak histeris sambil mengacungkan telunjuk ke arah kupu-kupu bersayap satu, menangis, meraung, meratapi rumah mereka, terlebih lagi anak-anak mereka yang kaku terpanggang dalam api dan sayap-sayap mereka yang seketika berubah menjadi abu.

"Bukankah anak-anak kalian mengatakan bahwa aku ini gila? Wajar saja bukan, jika seorang yang gila berbuat seperti itu? Kalian pasti memakluminya. Aku tidak tau apa-apa, aku hanya kupu-kupu gila..."

Comments

Popular posts from this blog

Aku dan Aurora: Menatap Utara dan Selatan

A Bedtime Story #2

When I saw Me