Aku dan Aurora: Menatap Utara dan Selatan


Melihat Aurora, seperti sedang menjelajahi keindahan dalam novel Haruki Murakami.
Melihat Aurora, seperti sedang berbaring di hamparan padang rumput dengan suara domba yang sedang sibuk bercengkarama.
Melihat Aurora, seperti sedang berdiri dibawah hujan bunga Sakura yang berguguran.
Melihat Auora, seperti sedang menyaksikan seluruh keindahan sekaligus kehancuran dunia yang digambarkan kedalam bait per bait lirik lagunya 'The Seed'.
Aurora dengan rendah hati memperkenalkan tentang keindahan semesta, kebebasan, kehidupan dan kedamaian.
Suatu ketika, Aurora bersabda dengan senyumnya yang menawan, "When I'm in the studio creating music, I'm the mother, the father, and the child. I'm everyone. I'm the entire world, and God", " All you can hear is the sound of of the water dan the little bird sitting in that tree over there..., I'm a kind of person who feel like there's something trying to pull me back home."
Lalu Aku.
Melihat Aku , seperti sedang menelusuri kebobrokan dan kegilaan dalam novel Ryu Murakami.
Melihat Aku, seperti sedang berjalan di tengah lubang bekas galian tambang timah, asap polusi mengepul dikepala, menghirup  serpihan kapur dan menelan air  keruh yang penuh tai dan limbah beracun.
Melihat Aku, seperti sedang meringis kesakitan menahan pukulan dan ludahan gas air mata dari para malaikat penjaga perdamaian.
Melihat Aku, seperti sedang menonton seluruh keputus asa-an sekaligus harapan dunia dalam senyum yang datar.
Aku, seperti sebuah lingkaran dari kekerasan, ketidakadilan, kerusakan, kesengsaraan.
"Tataplah Aku, maka kau akan melihat manusia saling membunuh demi kekuasaan, manusia tersenyum diatas tubuh hewan yang sekarat, manusia membakar hutan atas nama uang. Tataplah aku, maka kau akan merasakan hidup ditengah manusia yang memuja dan merepresentasikan seluruh sifat iblis dengan sangat cermat.  Tataplah aku, maka kau akan merasa menjadi makhluk paling hina dan memalukan. Aku tidak ditakdirkan untuk mempersembahkan pemandangan dan nikmatnya keindahan. Pada akhirnya, manusia akan saling bunuh untuk dapat bertahan hidup ditengah polusi, sungai penuh sampah, aspal yang panas dan kering, tanah yang tandus, dan langit yang suram. Aku dan keserakahan bagai teman baik yang tidak ingin terpisah."
(Tulisan ini terinspirasi setelah saya menonton sebuah sesi wawancara dengan Aurora di kanal Youtube tentang proses penciptaan musik dan juga keindahan kampung halamannya di Norwegia. Dialog yang  mengingatkan saya dengan kemolekan hutan pinus yang dituliskan oleh Haruki Murakami dalam novel Norwegian Wood. Aurora selalu ingat dengan rumahnya, Aurora selalu ingin pulang meskipun tempat lain menawarkan kesenangan yang berbeda. Tentu saja, saya menulis ini sembari mengeluh bahwa esok pagi saya harus menghirup polusi lagi, membeli air mineral lagi, cemas akan terjebak macet di jalan, dan mencukupkan uang untuk membeli dua jenis lauk di warteg dengan porsi nasi setengah. )

Comments

Popular posts from this blog

A Bedtime Story #2

When I saw Me